Jumat, 28 Januari 2011

Pasca Pemboman di Rusia, Bandara RI Diperketat


JAKARTA -- Otoritas penerbangan sipil RI meminta pengelola bandara komersial di Indonesia, yakni PT Angkasa Pura I dan II, untuk memperketat pengawasan, menyusul peristiwa pemboman di Bandara Demodedovi, Moskow, Rusia, Senin (24/1) malam. Pengetatan pengawasan terutama di terminal internasional.


Kepala Puskom Publik Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Bambang Supriyadie Ervan menjelaskan, pihaknya telah mengirimkan instruksi khusus kepada PT Angkasa Pura I dan II untuk kembali meningkatkan pengawasan dan keamanan di bandara komersial yang dikelolanya. Terutama, di bandara komersial yang memiliki fungsi sangat strategis, seperti Bandara Soekarno Hatta (Jakarta), Ngurah Rai (Bali), dan Juanda (Surabaya).


”Setiap terjadi aksi seperti itu (bom atau gangguan keamanan di bandara di dunia oleh pihak ketiga), kami pasti mengirimkan surat atua semacam maklumat bagi pengelola bandara untuk kembali memperketat pengawasan,” kata dia, di Jakarta, Selasa (25/1).


Menurut Bambang, pengetatan pengawasan dan keamanan harus dilakukan di semua areal bandara, baik terminal penumpang, terminal kargo, juga fasilitas lainnya. Peralatan pengawasan di areal bandara, seperti x-ray hingga CCTV pun harus dimaksimalkan agar tidak kecolongan karena aksi sebagain pihak yang tidak bertanggung jawab.


Dihubungi secara terpisah, Kepala Humas PT Angkasa Pura II Ketut Ferry Utamayasa mengatakan, tanpa adanya kejadian pengeboman di Bandara Moskow, pihaknya memang berkomitmen untuk menegakkan keamanan dan keselamatan di semua bandara yang dikelola BUMN tersebut. PT Angkasa Pura II telah memperbaiki semua peralatan keamanan, bahkan melakukan pendidikan khusus untuk bagian keamanan penerbangan, di sisi darat (land side) maupun sisi udara (air side).


”Pengawasan yang ketat sudah menjadi bagian rutin kami, kami juga tak mau bergerak setelah ada kejadian. Kami perbaiki semua peralatan, mulai dari fasilitas x-ray dan memperbanyak CCTV,” ungkap Ketut.


Ledakan bom yang sangat dahsyat di Bandara Demodedovo, Moskow, Rusia, telah menewaskan sedikitnya 31 orang dan 130 orang dinyatakan terluka. Bandara yang terletak sekitar 40 kilomter (km) dari pusat kota itu diledakkan dengan aksi bom bunuh diri oleh teroris. Pemerintah setempat langsung menutup bandara tersibuk di Rusia itu. (ari)

Mandala Bertemu Kreditor Pekan Depan


JAKARTA – Jajaran direksi Mandala Airlines akan menggelar pertemuan pertama dengan para kreditor pada Selasa (1/2) pekan depan di Pengadilan Niaga (PN) Jakarta Pusat. Pada pertemuan itu, manajemen Mandala Airlines akan memberikan informasi terkini mengenai kondisi keuangan perusahaan.


Presdir Mandala Airlines Diono Nurjadin mengatakan, pertemuan dengan para kreditor merupakan bagian dari proses restrukturisasi perusahaan yang telah dimulai 12 Januari lalu ketika manajemen Mandala mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang memungkinkan manajemen untuk fokus terhadap program restrukturisasi perusahaan.

“Tujuan pertemuan ini, kami dan Duma Hutapea, pengurus yang telah ditunjuk oleh pengadilan, untuk menjelaskan kondisi keuangan perusahaan kepada seluruh kreditor,” kata Diono, di Jakarta, Selasa (25/1).


Menurut Diono, dalam pertemuan tersebut, pihaknya akan memberitahukan kepada seluruh kreditur jadwal penyelesaian utang. Kendati Mandala Aitlines tengah dalam masa sulit, namun manajemen itu berkomitmen menyelesaikan tanggungjawabnya kepada kreditur, penumpang, dan rekan bisnis lainnya secara transparan dan terbuka. Mandala Airlines juga akan senantiasa mematuhi seluruh persyaratan hukum dan etika selama proses restrukturisasi perusahaan.


Pada 17 Januari 2011, PN Jakarta Pusat telah mengabulkan PKPU Mandala Airlines. Dengan keputusan itu, PN Jakarta Pusat memberikan waktu 45 hari bagi Mandala Airlines untuk membuat strategi restrukturisasi perusahaan. Dalam putusan itu, PN Jakarta Pusat juga enunjuk H Yulman SH, Hakim Niaga pada PN Jakarta Pusat sebagai Hakim Pengawas, mengangkat Duma Hutapea SH sebagai Pengurus dengan salah satu tanggungjawab utamanya melindungi seluruh aset Mandala Airlines dan juga klaim dari kreditur selama 45 hari sejak permohonan PKPU dikabulkan.


Dengan keputusan itu, seluruh wewenang keuangan perusahaan diserahkan sepenuhnya kepada pihak pengurus yang telah ditunjuk pengadilan selama 45 hari. Kreditur memiliki tenggat waktu hingga 4 Februari 2011 untuk mengajukan tagihan mereka kepada pihak pengurus yang bertanggungjawab memverifikasi setiap klaim kreditur, termasuk klaim yang diajukan oleh penumpang, dan kemudian memberikan persetujuan sebelum dana tersebut dikeluarkan perusahaan.


“Selain itu, PN Jakarta Pusat juga menetapkan hari sidang berikutnya pada Rabu (2/3) bertempat di PN Jakarta Pusat dengan memanggil seluruh kreditur dan debitur Mandala Airlines. Kini, rencana proses restrukturisasi Mandala Airlines telah berjalan sesuai rencana dan kami berharap dapat mengumumkan nama-nama investor baru pada Februari,” ungkap dia.



Kuasa hukum Mandala Airlines dari James Purba & Partners Nien Rafles Siregar sebelumnya mengatakan, dalam pengajuan PKPU kepada PN Jakarta Pusat, total utang Mandala Airlines yang harus direstrukturisasi sebesar Rp 800 miliar kepada 271 kreditur. Kreditur itu terdiri dari para pihak yang menyewakan pesawat (lessor), agen tiket, dan perbankan. Angka itu masih bisa naik atau turun karena akan dilakukan verifikasi ulang. (ari)

PERJANJIAN UDARA TERBARU RI-INDIA Frekuensi Terbang ke India 28 Kali Seminggu

Oleh Novy Lumanauw dan Tri Listiyarini


NEW DELHI -- Otoritas penerbangan sipil nasional menyediakan slot penerbangan sebanyak 28 kali per minggu untuk maskapai Indonesia yang hendak terbang ke India dengan maksimal pesawat yang digunakan Boeing B 747-400 berkapasitas 428 kursi. Ketentuan yang sama juga berlaku untuk maskapai India yang terbang ke Indonesia.


Keputusan tersebut tertuang dalam perjanjian hubungan udara (air services agreement/ASA) terbaru antara Indonesia dan India yang diteken Selasa (15/1), di New Delhi, India. Penandatanganan ASA itu dilakukan Menteri Perhubungan Freddy Numberi dan Sekretaris Menteri Penerbangan Sipil India Syed Nasim Ahmad Zaidi, disaksikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri India Manmohan Singh.


Menurut Freddy Numberi, ASA terbaru itu merupakan revisi atas Perjanjian Hubungan Udara RI-India yang telah diitandatangani 18 September 1968, bertujuan untuk menyesuaikan peraturan penerbangan sesuai kebutuhan dan perkembangan terkini.


“Pokok materi yang disepakati dalam revisi ASA, tentang definisi wilayah (territory), penunjukan perusahaan penerbangan (designated airlines), tarif, serta keselamatan dan keamanan penerbangan,” kata Freddy kepada Investor Daily di New Delhi, kemarin.


Dalam perjanjian baru itu disepakati penunjukan maskapai penerbangan yang bisa terbang ke masing-masing negara berubah dari dual designated airlines menjadi multi designated airlines. Artinya, maskapai yang terbang dari masing-masing maskapai bisa lebih dari dua maskapai penerbangan.


Dengan berubahnya penunjukan maskapai penerbangan menjadi multi designated airlines, baik Indonesia maupun India, mendapatkan dua kesepakatan rute. Pertama, maskapai Indonesia bisa terbang dari Indonesia ke India (Mumbai, New Delhi, Chennai, dan Kolkata) melalui intermediate points, yakni Colombo, Saigon, Phnom Penh, Bangkok, Kuala Lumpur, dan Singapura. Sedangkan kota lanjutan bisa di mana saja. Maskapai Indonesia bisa memanfaatkan hak angkut kelima.


Kedua, maskapai Indonesia bisa terbang dari Jakarta, Medan, Denpasar, Surabaya, tanpa melalui intermediate points dengan kota tujuan di India, yakni Patna, Lucknow, Guwahati, Gaya, Varanasi, Bhubaneshwar, Khajuraho, Aurangabad, Goa, Jaipur, Port-Blair, Cochin, Thiruvananthapuram, Calicut, Amritsar, Vishakapatnam, Amhedabad, dan Tiruchirapalli. Maskapai Indonesia tidak bisa memanfaatkan hak angkut kelima.


Sementara itu, untuk maskapai India berlaku hal sama dengan ketentuan rute sebaliknya. Dalam kesepakatan itu, maskapai Indonesia bisa membuka kantor di India, juga melakukan promosi penerbangan di negara itu.


Secara terpisah, Kepala Puskom Publik Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Bambang Supriyadie Ervan menjelaskan, perjanjian udara RI-India ini adalah payung hukum untuk dibuat perjanjian udara yang lebih spesifik. Berdasarkan perjanjian ini, nantinya maskapai bisa mengajukan minatnya untuk terbang ke India.


”Pemerintah bertugas menyediakan kapasitas penerbangan sejalan dengan semakin tingginya hubungan ekonomi antarkedua negara,” kata dia, di Jakarta, kemarin.


Prospek Menjanjikan

Sekjen Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional Indonesia (Indonesia National Air Carrier Association/INACA) Tengku Burhanuddin mengungkapkan, dengan makin tingginya hubungan perekonomian ke dua negara, maka kebutuhan transportasi udara kedua negara pun makin tinggi. Apalagi, saat ini, pertumbuhan ekonomi India cukup pesat.


”Prospeknya memang sangat menjanjikan, karena arus investasi kedua negara tumbuh cukup pesat. Namun demikian, potensi yang layak dibidik oleh maskapai nasional adalah wisatawan. Bagaimana agar maskapai nasional bisa membawa wisatawan India ke Indonesia, kalau orang Indonesia ke India sepertinya jarang,” ungkap dia.


Menurut Tengku, dari semua kota keberangkatan yang paling menjanjikan untuk diterbangi oleh maskapai nasional adalah Medan (Bandara Polonia). Alasannya, penerbangan dari Medan ke India memiliki waktu tempuh lebih pendek ketimbang kota keberangkatan lainnya. Kondisi ini tentu jauh lebih efisien buat maskapai nasional, karena bisa menghemat bahan bakar minya jenis avtur.


Sejumlah maskapai sudah menyatakan minatnya untuk terbang ke India. Maskapai Garuda Indonesia tahun ini berniat membuka penerbangan ke dua kota di India, yakni New Delhi dan Mumbai

Krisis Pelaut Terus Berlanjut

JAKARTA -- Krisis pelaut di Tanah Air masih akan berlanjut. Pasalnya, kemampuan suplai pelaut dari sekolah pelayaran di Tanah Air belum sebanding dengan kebutuhan pelaut secara nasional.


Dalam lima tahun ke depan (2011-2015), kebutuhan pelaut nasional mencapai 43.806 orang atau sekitar 8.600 orang per tahun, yakni 18.774 pelaut kelas perwira dan 25.032 pelaut kelas dasar. Namun, suplai pelaut dari sekolah pelayaran yang ada di Tanah Air baru mencapai 3.000 orang per tahun, itu pun dengan asumsi sejumlah sekolah pelayaran baru bisa berproduksi pada 2012.


Kepala Badan Pengembangan SDM Perhubungan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Bobby Mamahit mengatakan, dengan diimplementasikannya UU No 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dan juga Inpres No 5 Tahun 2005 tentang Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional, jumlah kapal niaga di Tanah Air terus bertambah karena harus melaksanakan asas cabotage. Dengan bertambahnya jumlah kapal, jumlah pelaut yang dibutuhkan juga meningkat karena kapal merah putih juga wajib menggunakan awak dalam negeri.


“Produksi pelaut nasional kini hanya 700-1.000 orang per tahun. Kami targetkan pada 2012 bisa menjadi 3.000 per tahun, baik dengan pengoperasian sekolah pelayaran baru maupun program percepatan (crash program) produksi pelaut dengan mempercepat waktu pendidikan menjadi 2,5 tahun,” ungkap Bobby, di Jakarta, Selasa (25/1).


Bobby mengakui, krisis pelaut di Tanah Air tak sepenuhnya dikarenakan keterbatasan kemampuan suplai dari sekolah pelayaran yang ada, namun juga karena hampir 75% dari produksi pelaut nasional per tahun selalu dibajak perusahaan pelayaran asing yang beroperasi di dalam maupun luar negeri. Ini terjadi karena gaji pelaut di luar negeri jauh lebih tinggi dibanding di dalam negeri.


”Standar gaji yang berbeda membuat pelaut nasional lebih memilih bekerja di pelayaran asing, terutama yang di luar negeri, bedanya paling sedikit 3-4 kali lipat. Jika di dalam negeri, gaji pelaut dasar bisa hanya Rp 500 ribu, maka di luar negeri bisa US$ 500-600 atau sekitar Rp 5 juta. Itu makanya akan dikaji restandarisasi gaji pelaut di dalam negeri agar kebutuhan pelaut terpenuhi,” ungkap dia.


Karena itu, lanjut Bobby, pihaknya mengalokasikan belanja modal Rp 1,7 triliun dari total DIPA Badan Pengembangan SDM Kemenhub Rp 2,7 triliun untuk membangun sekolah-sekolah transportasi, termasuk pelayaran. Khusus untuk pelayaran, akan dikaji pembangunan sekolah pelayaran di Sorong, (studi telah tuntas), juga Aceh, Sumatera Barat, Riau, Kalimantan, Sulawesi Utara, dan Nusa Tenggara Barat, yang akan dilakukan studi desain pada tahun ini.


Direktur Perkapalan dan Kepelautan Ditjen Perhubungan Laut Kemenhub Arifin Sunaryo mengakui, restandardisasi gaji pelaut nasional akan menjadi opsi terakhir, mengingat upaya itu sangat tergantung dari kemampuan perusahaan pelayaran nasional. Upaya tercepat adalah memperbanyak jumlah pelaut.


”Caranya dengan menggalakkan crash program di semua sekolah pelayaran di bawah Kemenhub maupun swasta yang berjumlah 16 sekolah di seluruh Indonesia. Lulusan sarjana cukup sekolah hanya 2,5 tahun dari sekolah pelaut yang umumnya butuh lima tahun,” ungkap dia.


Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pelayaran Nasional (Indonesian National Shipowners Association/INSA) Johnson W Sutjipto telah mengusulkan sejumlah solusi untuk mengatasi kekurangan pelaut di Indonesia kepada Kemenhub. Salah satunya didirikan akademi kepelautan untuk perwira dengan standar internasional.


"Salah satu hambatan yang dihadapi adalah ketersediaan kapal untuk praktik kerja pelaut, sehingga perlu dipertimbangkan untuk penyediaan kapal latih pada tiap-tiap akademi pelayaran," kata dia.


Defisit Pilot

Bobby Mamahit mengatakan, krisis SDM transportasi tidak hanya terjadi di sektor perhubunga laut, namun juga di sektor perhubungan udara. Hanya saja, di sektor perhubungan udara telah diputuskan untuk pemberian toleransi bagi maskapai penerbangan nasional untuk menggunakan pilot atau penerbang asing.


Namun, Bobby menegaskan, kekurangan pilot belum sampai mengkhawatirkan. Maka itu, regulator penerbangan masih mentoleransi penggunakan pilot asing. ”Kendati begitu kami tetap akan naikkan produksi pilot dari sekolah penerbangan di bawah Badan Pengembangan SDM Perhubungan, yakni STPI Curug, menjadi 200 pilot per tahun. Target itu kami naikkan menjadi 300 pilot per tahun,” ungkap dia.


Pada 2011-2015, sektor penerbangan membutuhkan 7.500 teknisi pesawat udara, 4.000 penerbang/pilot, dan 1.000 tenaga pengelola lalu lintas udara (Air Traffic Control/ATC). Sementara itu, pada 2020, dunia akan kekurangan tenaga penerbang hingga 42 ribu orang dan teknisi pesawa udara sebanyak 40 ribu orang, khusus perwira pelaut pada 2012 dunia akan mengalami defisit 83.900 orang.(ari)


Pelindo I Target Laba Rp 278 Miliar

JAKARTA -- PT Pelabuhan Indonesia I (Pelindo I) berupaya keras untuk memenuhi target laba bersih Rp 278 miliar pada 2011. BUMN kepelabuhanan itu akan melakukan transformasi bisnis dengan mengembangan organisasi dan SDM, inovasi dan efisiensi pelayanan, penguatan infrastruktur dan peralatan, serta pengembangan logistik.

Direktur Utama Pelindo I Harry Sutanto mengungkapkan, dengan diimplementasikannya UU No 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran yang tercermin dari dibentuknya Otoritas Pelabuhan (OP), menghadapkan Pelindo I pada kompetisi yang tinggi. Pasalnya, bermunculan badan usaha baru yang bergerak di pelabuhan.

“Tahun ini, kami akan bekerja keras untuk mencapai target laba Rp 278 miliar. Meski di tengah era kompetinsi yang ketat, kami berusaha memenuhi target tersebut,” ungkap dia, dalam siaran persnya, di Jakarta, Rabu (26/1).

Komisaris Utama Pelindo I Hastjarja Harijogi mengatakan, Pelindo I harus bekerja lebih keras untuk merealisasikan investasi tahun ini yang besarnya mencapai Rp 1,993 triliun. Pelindo I harus berinovasi dan berani melakukan terobosan yang tidak bisa guna menciptakan peluang bisnis baru.

Harry Sutanto sebelumnya mengatakan, total investasi atau belanja modal 2011 sebesar Rp 1,993 triliun digunakan untuk melakukan ekspansi di tiga pelabuhan, yakni Dumai, Pekanbaru, dan Belawan. Pelindo I akan mengembangkan terminal petikemas di Pelabuhan Belawan (Belawan International Container Terminal/BICT), perpanjangan dermaga di Pelabuhan Dumai, dan pembangunan dermaga petikemas di Perawang yang masih bagian Pelabuhan Pekanbaru.

Investasi Pelindo I pada tahun ini naik signifikan dibanding tahun 2010 yang hanya Rp 1,36 triliun. Dana belanja 2010 dialokasikan untuk memulai pengembangan Pelabuhan Dumai dan Pekanbaru. Dengan belanja modal 2011 Rp 1,9 triliun, perseroan menargetkan pendapatan Rp 1,2 triliun (EBITDA Rp 430 miliar). Sedangkan tahun ini, pendapatan hanya Rp 970 miliar (EBITDA Rp 180 miliar). (ari)

Garuda dan Batavia Berminat Terbang ke India


JAKARTA -- Dua maskapai penerbangan nasional, yakni Garuda Indonesia dan Batavia Air, telah menyampaikan minatnya untuk terbang ke India. Namun, minat tersebut baru disampaikan secara informal kepada otoritas penerbangan sipil RI.


Kepala Subdit Angkutan Udara Berjadwal Ditjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Hemi Pamuraharjo mengungkapkan, dengan ditandatanganinya perjanjian udara (air services agreement/ASA) yang baru di India pada Selasa (25/1) maka Indonesia dan India memiliki payung hukum untuk mengimplementasikan sejumlah nota kesepahaman penerbangan sebelumnya.


“Maskapai yang pernah menyatakan minatnya itu Garuda Indonesia dan Batavia Air, tapi itu baru secara informal. Kalau memang benar berminat, tentu tinggal mengajukannya, nanti regulator akan melihat kemampuannya,” ungkap Hemi, di Jakarta, Rabu (26/1).


Dalam perjanjian udara yang baru, Indonesia memiliki slot penerbangan ke India sebanyak 28 kali per minggu dengan maksimal pesawat Boeing 747-400 yang berkapasitas 428 kursi, demikian juga India .


Dalam perjanjian sebelumnya, Indonesia memiliki slot penerbangan sebanyak 1.000 kursi per minggu dengan penerbangan langsung dan 12 ribu kursi per tahun dengan penerbangan tidak langsung.

Menurut Hemi, dengan perjanjian udara sebelumnya, maskapai Garuda Indonesia sempat memanfaatkannya namun kemudian berhenti pada 1978. Demikian juga maskapai India sempat memanfaatkannya dengan melalui transit di Singapura, namun kini sudah dihentikan sementara per 2007.


“Saat ini diperbarui karena memang potensi pasar ke depan itu ada, dengan banyaknya komitmen investasi yang dilakukan kedua negara,” jelas dia.


Dihubungi terpisah, Manajer Humas Batavia Air Eddy Haryanto mengatakan, pihaknya akan menjadikan penerbangan ke India untuk tujuan jangka panjang.


Pembukaan rute internasional oleh Batavia Air akan dilakukan melalui kajian mendalam, terutama dari sisi pasar. Rute internasional terakhir yang dibuka Batavia Air adalah ke Dilli.


Kesepakatan rute dalam perjanjian udara yang baru adalah, maskapai Indonesia bisa terbang dari Indonesia ke India (Mumbai, New Delhi, Chennai, dan Kolkata) melalui intermediate points, yakni Colombo, Saigon, Phnom Penh, Bangkok, Kuala Lumpur, dan Singapura. Sedangkan kota lanjutan bisa di mana saja. Maskapai Indonesia bisa memanfaatkan hak angkut kelima.


Kedua, maskapai Indonesia bisa terbang dari Jakarta, Medan, Denpasar, Surabaya, tanpa melalui intermediate points dengan kota tujuan di India, yakni Patna, Lucknow, Guwahati, Gaya, Varanasi, Bhubaneshwar, Khajuraho, Aurangabad, Goa, Jaipur, Port-Blair, Cochin, Thiruvananthapuram, Calicut, Amritsar, Vishakapatnam, Amhedabad, dan Tiruchirapalli. Maskapai Indonesia tidak bisa memanfaatkan hak angkut kelima. (ari)

'Keputusan Mandala Sudah Tepat'

JAKARTA-Upaya Mandala Airlines yang menempuh jalur hukum ke Pengadilan Niaga (PN) Jakarta Pusat untuk menyelesaikan persoalan keuangan yang dihadapinya sudah sangat tepat. Restrukturisasi perusahaan dengan melalui langkah Penundaan Pembayaran Kewajiban Utang (PKPU) oleh Mandala Airlines juga lazim dilakukan maskapai penerbangan di Amerika Serikat (AS).

Jusman Syafii Djamal, praktisi penerbangan yang juga mantan Menteri Perhubungan, mengatakan, lebih dari 51% maskapai penerbangan di AS justru menjadi maskapai besar setelah menempuh upaya restrukturiasi perusahaan. Misalnya, Delta Airlines dan Continental Airlines, yang kini sukses menjadi maskapai besar d AS.

“Apa yang dilakukan Mandala Airlines dengan membawa persoalan itu ke jalur hukum sudah tepat, cara yang sama juga menjadi langkah jitu maskapai besar di AS. Lebih dari 51% maskapai di AS bisa sukses besar setelah ada upaya tersebut,” kata Jusman, di Jakarta, Rabu (26/1).

Jusman berpendapat, kasus Mandala Airlines bermula dari adanya konflik internal dalam jajaran pemegang saham, yakni Cardig Internasional (51%) dan Indigo Partners (49%). Untuk menyelesaikan konflik tersebut, satu-satunya jalan adalah membawanya ke jalur hukum, yakni ke PN Jakpus. Dengan upaya itu, tak hanya aset, termasuk kepentingan karyawan, yang terlindungi, tapi juga bisa menjaga reputasi Mandala Airlines sebagai maskapai terbaik dari sisi keselamatan.

“Dengan pengadilan menyetujui PKPU, berarti Mandala Airlines harus benar-benar memaksimalkan waktu 45 hari untuk melakukan restrukturiasi, juga mencari investor strategis. Selanjutnya, bila Mandala sukses dalam 45 hari ini, pengadilan akan memberikan 235 hari bagi Mandala Airlines untuk bangkit dari keterpurukan,” ungkap dia.

Menurut Jusman, dalam waktu 45 hari itu, seluruh penerimaan dan pengeluaran Mandala Airlines dikelola oleh kurator. Dalam konteks ini, kurator juga berfungsi sebagai pemegang saham, kendati pemegang saham sesungguhnya masih dipegang oleh Cardig Internasional dan Indigo Partners. Dalam periode itu, kurator akan menjalankan fungsinya dengan memprioritaskan dua hal, yakni hak karyawan dan juga hak penumpang yang sudah terlanjur membayar tiket pesawat.

“Dalam waktu 45 hari itu, manajemen Mandala Airlines juga akan membuat komitmen-komitmen dengan calon investor. Dengan neraca sementara yang dibuat kurator, investor bisa melihat bagaimana potensi Mandala ke depan, kompenasi apa yang akan diterima investor apabila harus melunasi utang-utang Mandala Airlines,” ungkap dia.

Jusman meyakini, akan banyak investor yang berminat atas Mandala Airlines, mengingat maskapai itu memiliki reputasi yang baik. Investor tak hanya mau melunasi seluruh utang Mandala, namun sekaligus mengadakan 10 pesawat dengan lima berstatus milik bila ingin tetap sebagai maskapai berjadwal. Dipastikan Mandala Airlines bisa terbang lagi setelah proses PKPU di PN Jakpus tuntas.

Mengenai peluang masuknya Garuda Indoensia sebagai salah satu investor, Jusman berpendapat, langkah itu kurang tepat atau sudah terlambat. Alasannya, Garuda Indonesia sudah memasuki tahap final ke lantai bursa (initial public offering/IPO), jika Garuda Indoensia masuk ke Mandala malah akan menurunkan nilai (value) perusahaan.

“Kalau itu dilakukan jauh-jauh hari, sebelum Garuda IPO dan ketika Mandala memang sedang dalam fase megap-megap, itu sangat bagus. Nilai Garuda akan sangat tinggi. Kalau dilakukan sekarang yang untung Mandala, bukan Garuda,” ungkap dia.

Strategi Bisnis

Jusman menyarankan, bila Mandala Airlines terbang lagi, strategis bisnis maskapai itu harus benar-benar dibuat secara cermat. Jangan sampai kesalahan dalam penetapan strategis bisnis seperti sebelumnya, akan membawa maskapai itu kembali ke ranah keterpurukan. Selain persoalan konflik internal, Mandala Airlines memang salah strategi karena masuk ke bisnis low cost carrier (LCC).

“Kalau mau masuk bisnis penerbangan LCC, Mandala harusnya cukup menyewa pesawat, bukan mengadakan pesawat dengan sistem sewa beli. Harga sewa juga harus diperhatikan, jangan sampai kemahalan. Sebaliknya Mandala tetap bisa di kelas premium, namun lebih baik melayani rute-rute regional, kurangi rute domestik,” ungkap Jusman.

Presiden Direktur Mandala Airlines Diono Nurjadin mengatakan, pihaknya akan melakukan pertemuan pertama dengan para kreditur pada Selasa (1/2) pekan depan di PN Jakarta Pusat. Melalui pertemuan itu, manajemen Mandala Airlines akan memberikan informasi terkini mengenai kondisi keuangan perusahaan.

Maskapai itu resmi berhenti operasi pada 13 Januari 2010 dan kemudian mengajukan PKPU ke PN Jakarta Pusat yang kemudian dikabulkan pada 17 Januari. Dalam pengajuan PKPU kepada PN Jakpus, total utang Mandala Airlines yang harus direstrukturisasi sebesar Rp 800 miliar kepada 271 kreditur. Kreditur itu terdiri dari para pihak yang menyewakan pesawat (lessor), agen tiket, dan perbankan. Angka itu masih bisa naik atau turun karena akan dilakukan verifikasi ulang. (ari)

AP II Targetkan Laba Rp 1,29 Triliun


Oleh Tri Listiyarini

JAKARTA-- PT Angkasa Pura II (AP II) menargetkan laba usaha sebelum pajak Rp 1,29 triliun pada 2011, atau hanya naik hampir 3% dibandingkan realisasi laba tahun 2010 sebesar Rp 1,264 triliun. Pencapaian laba usaha perseroan tahun 2010 naik 20% dibandingkan target pemegang saham Rp 1,049 triliun.

BUMN pengelola bandara itu tahun 2011 akan mengalokasikan dana belanja modal (capital expenditures/capex) sebesar Rp 2,4 triliun. Dana sebesar itu akan digunakan untuk pengembangan empat bandara, yakni Bandara Kuala Namu (Medan), Bandara Sultan Syarif Kasim II (Pekanbaru), Bandara Raja Haji Fisabililah (Tanjung Pinang), dan Bandara Sultan Thaha (Jambi).

Direktur Utama AP II Tri Suriadjie Sunoko mengungkapkan, target pendapatan 2011 sebesar Rp 1,29 triliun itu sudah disetujui pemegang saham dalam hal ini Kementerian BUMN. Target tersebut juga sudah ditetapkan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) 2011.

“Untuk tahun ini, pemegang saham telah menetapkan target laba usaha sebelum pajak yang harus dicapai manajemen AP II sebesar Rp 1,29 triliun,” kata Tri, di Jakarta, Rabu (26/1).

Tri Sunoko mengatakan, pencapaian kinerja pada 2010 merupakana hasil dari upaya manajemen mempertahankan laju kenaikan biaya tidak lebih tinggi dari kenaikan pendapatan. AP II sangat yakin mampu mencapai target laba usaha 2011 yang dipatok pemegang saham, tentunya dengan dukungan dari semua karyawan di lingkungan AP II.

“Salah satu upaya untuk mencapai target itu adalah dengan melakukan kontrak manajemen kepada seluruh Vice President, General Manager yang nantinya akan digunakan sebagai acuan untuk menjalankan program kerja sepanjang 2011,” ungkap dia.

Tri Sunoko mengatakan, pencapaian kinerja 2010 tercermin dari kenaikan kinerja bandara. Pada 2010, pergerakan pesawat udara di 12 bandara yang dikelola AP II mencapai 499.178 pergerakan atau naik 10,45% dari tahun sebelumnya.

Sementara itu, pergerakan penumpang tumbuh 15,20% atau mencapai 60.514.295 orang. Sementara khusus untuk Bandara Soekarno-Hatta, pergerakan pesawat pada 2010 meningkat 14,21 % dari tahun sebelumnya menjadi 311.658 pergerakan. Untuk pertumbuhan penumpang, terjadi peningkatan signifikan hingga 18,39 % atau menjadi 43.974.021 orang.

Tri menambahkan, pertumbuhan yang cukup signifikan tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi Angkasa Pura II, khususnya dalam penyediaan kapasitas dan fasilitas yang lebih aman dan nyaman bagi para pengguna jasa bandara.

“Kami menyadari hampir seluruh bandara yang kami kelola mengalami lack of capacity. Karena itu, kami berusaha melakukan percepatan atau penyelesaian pembangunan terminal di bandara-bandara AP II dan perbaikan seluruh fasilitas dalam bentuk investasi,” kata dia.

Khusus untuk Bandara Soekarno Hatta, Tri mengungkapkan, manajemen saat ini sedang menyelesaikan grand design yang komprehensif dalam suatu komunitas Aerotropolis. Pembenahan tersebut di antaranya meliputi revitalisasi terminal 1 dan 2, pembangunan terminal 3, area parkir, pembenahan lalu lintas kendaraan di dalam kawasan bandara termasuk aksesibilitasnya, pembangunan sarana navigasi udara, serta pengembangan area komersial dan vila kargo.

”Terkait dengan itu, kami berharap pembangunan jalur kereta api dari Jakarta dan Tangerang menuju Bandara Soekarno-Hatta juga akan dikembangkan,” imbuh dia.

Pencapaian Pertama Kali

Di tempat yang sama, Menneg BUMN Mustafa Abubakar mengatakan, AP II mampu mendongkrak laba perusahaan 2011 melebihi apa yang telah dicapai pada 2010. Pencapaian laba usaha pada 2010 yang melebihi angka Rp 1 triliun adalah pertama kalinya bagi AP II.

“Sebenarnya, kami malah mau targetkan laba usaha sebelum pajak Rp 1,35 triliun. Namun untuk saat ini, kami putuskan Rp 1,29 triliun saja dulu, sudah ada di RKAP,” ungkap dia.

Direktur Keuangan AP II, L Manurung, sebelumnya mengatakan, dengan belanja modal 2011 sebesar Rp 2,4 triliun, manajemen manargetkan pendapatan tahun sama bisa tembus Rp 3,4 triliun. Belanja modal tersebut, selain untuk pengembangan bandara, juga digunakan untuk program replacement atau penggantian sejumlah peralatan di bandara, juga untuk biaya studi pengembangan Bandara Soetta. Sedangkan realisasi capex 2010 Rp 988 miliar.

“Selain empat bandara yang jadi fokus, tahun ini kami juga akan menuntaskan pekerjaan penebalan landas pacu (runway) Bandara Husein Sastranegara ( Bandung ) dan membenahi Sultan Mahmud Badaruddin II ( Palembang ) untuk antisipasi ajang PON XVIII,” kata dia


Sinergi dengan Telkom dan BRI

Dalam rapat kerja yang digelar PT Angkasa Pura (AP) II di kantor pusat perusahaan di kompleks Bandara Soekarno Hatta, Cengkareng, AP II menandatangani nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) pengembangan Sistem Informasi dan Telekomunikasi dengan PT Telkom Indonesia dan PT Bank Rakyat Indonesia (BRI).


“Melalui kerjasama itu, pelanggan BRI bisa menggunakan Kartu Elektronik Prabayar (e-payment card) di Bandara Soekarno-Hatta. Penandatanganan MoU ini merupakan tindak lanjut dari kerjasama yang telah dibicarakan secara informal sebelumnya oleh masing-masing perusahaan,” kata Direktur Keuangan AP II, L Manurung, kemarin.


AP II mengelola 12 bandara utama di kawasan Barat Indonesia, yaitu Soekarno-Hatta (Jakarta), Halim Perdanakusuma (Jakarta), Polonia (Medan), Supadio (Pontianak), Minangkabau (Ketaping) dulunya Tabing, Sultan Mahmud Badaruddin II (Palembang), dan Sultan Syarif Kasim II (Pekanbaru).

Selanjutnya, Bandara Husein Sastranegara (Bandung), Sultan Iskandarmuda (Banda Aceh), Raja Haji Fisabilillah (Tanjung Pinang) dulunya Kijang, Sultan Thaha (Jambi) dan Depati Amir (Pangkal Pinang) , serta melayani jasa penerbangan untuk wilayah udara (Flight Information Region/ FIR) Jakarta.

(ari)

PENUMPANG LION AIR MASIH TERATAS AirAsia Menyalip Garuda


Oleh Tri Listiyarini


JAKARTA -- Maskapai penerbangan Lion Air kembali menempati urutan pertama dalam raihan penumpang udara untuk rute domestik tahun 2010. Dengan begitu, Lion Air selama tiga tahun berturut-turut berhasil mempertahankan peringkat tersebut.

Lion Air menguasai 42% pangsa pasar penerbangan rute domestik 2010 dengan raihan sebanyak 17.798.685 orang penumpang. Pada 2009, Lion Air menguasai 30,7% pangsa pasar yang sama dengan 13.500.000 penumpang. Pada 2008, maskapai itu juga menguasai pangsa pasar dalam negeri hingga 24,4% dengan 9.147.000 orang.

Sementara itu, maskapai Indonesia AirAsia (IAA) pada 2010 berhasil menyalip posisi Garuda Indonesia untuk raihan penumpang rute internasional. IAA menguasai 39% pangsa pasar rute internasional dengan raihan 2.228.029 orang. Peringkat dua Garuda Indonesia dengan 2.215.815 orang atau mencapai 38% pada pangsa pasar yang sama. Padahal, pada 2009,, Garuda Indonesia adalah jawaranya dengan penguasaan 44,74% atau 2.210.000 orang.

Total penumpang pesawat udara tahun 2010, berdasarkan data sementara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) yang diperoleh Investor Daily, Kamis (27/1), mencapai 48.121.836 orang. Rinciannya, penumpang rute domestik mencapai 42.373.555 orang dan rute internasional mencapai 5.728.281 orang.

Data itu menyebutkan, untuk rute domestik, setelah Lion Air di peringkat teratas berturut-turut diikuti, Garuda Indonesia yang berhasil mengangkut penumpang 9.016.264 orang atau menguasai pangsa pasar 21%, Sriwijaya Air 5.131.875 orang (11%), Batavia Air 3.305.050 orang (8%), dan Mandala Airlines 2.189.869 orang (5%).

Untuk rute internasional, Indonesia AirAsia dan Garuda Indonesia bersaing ketat. Indonesia AirAsia menguasai hingga 39% dengan raihan penumpang 2.228.029 orang, disusul Garuda Indonesia hingga 38% dengan penumpang 2.215.815 orang, diikuti Lion Air hingga 13% dengan penumpang 764.537 orang.

Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub Herry Bhakti Singayudha Gumay mengungkapkan, kemampuan Lion Air mempertahankan penguasaan pangsa pasar domestik karena dua hal. Pertama, Lion Air terus menambah jumlah pesawat yang dioperasikan. Kedua, masyarakat lebih memilih Lion Air karena menerapkan konsep low cost carrier (LCC) yang berkorelasi pada tarif penerbangan yang lebih terjangkau.

"Lion Air pesawatnya terus bertambah, masyarakat juga lebih memilih maskapai ini karena tarifnya terjangkau bagi masyarakat yang memang tak terlalu mementingkan layanan tertentu," ungkap Herry kepada Investor Daily, tadi malam.

Herry Bhakti mengungkapkan, hal yang sama juga terjadi pada penerbangan internasional. IAA sebagai maskapai berbiaya murah alias LCC menjadi pilihan masyarakat yang sekadar ingin terbang ke luar negeri. Dengan tarif yang rendah, memungkinkan masyarakat bepergian ke luar negeri dengan cepat, tanpa memikirkan fasilitas layanan.

Direktur Angkutan Udara Ditjen Perhubungan Udara Kemenhub Edward Alexander Silooy menambahkan, posisi Lion Air yang bertahan lebih dari tiga tahun karena maskapai itu berani melayani rute-rute penerbangan domestik yang belum dilayani maskapai lain. Itu dilakukan Lion Air di semua rute yang kini dilayani oleh maskapai tersebut.

"Ibaratnya, Lion itu yang babat hutan. Ada kecenderungan Indonesia bagian timur kini tergantung dengan Lion Air. Lihat saja untuk rute Jakarta-Ambon, dia yang pertama kali baru maskapai lain mengikutinya," ungkap dia.

Dirut Lion Air Edward Sirait menjelaskan, sepanjang Januari-Desember 2010, raihan penumpang domestik Lion Air mencapai 20 juta orang. Pencapaian itu tidak lepas dari upaya perusahaan untuk terus menguasai pangsa pasar penerbangan domestik dengan tetap konsisten di kelas layanan minimum alias LCC.

"Sepanjang 2010, kami meraih penumpang di rute penerbangan domestik hingga 20 juta orang, naik dari tahun-tahun sebelumnya," kata dia.

Garuda Pendapatan Tertinggi
Pengamat industri dan bisnis penerbangan Dudi Sudibyo mengungkapkan, kendati raihan penumpang Lion Air dan IAA jauh lebih tinggi, dipastikan pendapatan Garuda Indonesia lebih tinggi. Sebagai maskapai satu-satunya dengan layanan maksimum (full services), Garuda berpotensi meraih pendapatan tinggi (high yield).

"Dengan layanan maksimum maka potensi pendapatan Garuda tinggi karena bisnis ini high yield. Kelas penerbangan ini dipilih masyarakat menengah ke atas yang ingin terbang dengan kenyamanan dan layanan prima, berapa pun biaya akan dibayar," ungkap dia.

Menurut Dudi, kalau Lion Air berada di posisi teratas itu sangat wajar. Pasalnya, Lion Air telah dari 10 tahun berpijak di kelas LCC dengan membidik masyarakat kelas bawah. Dengan strategi itu, memberi peluang semua orang bisa terbang dan sampai di tujuan. Kondisi itu yang membuat orang memilih terbang dengan Lion Air.

Khusus rute internasional, kata dia, kemampuan IAA menggeser Garuda itu wajar saja. Karena IAA memang lebih agresif terbang ke rute internasional ketimbang domestik. Namun ke depan bisa jadi pangsa pasar internasional kembali diraih Garuda. Pasalnya, dengan strategi IAA membuka hub di Medan justru menyebabkan masyarakat enggan terbang ke luar negeri dengan IAA, kecuali orang tersebut memiliki keperluan tertentu di Medan.

Peringkat Penumpang dan Penguasaan Pasar

n Rute Domestik

1.Lion Air 17.798.685 orang 42%
2.Garuda Indonesia 9.016.264 orang 21%
3.Sriwijaya Air 5.131.875 orang 11%
4.Batavia Air 3.305.050 orang 8%
5.Mandala Airlines 2.189.869 orang 5%

n Rute Internasional

1.Indonesia AirAsia 2.228.029 orang 39%
2.Garuda Indonesia 2.215.815 orang 38%
3.Lion Air dengan 764.537 orang 13%
4.Batavia Air 201.055 orang 3,5%
5.Sriwijaya Air 125.754 orang 2,19%

Sumber : Kementerian Perhubungan

Kamis, 20 Januari 2011

Konstruksi Jembatan, PU Kembangkan Sistem Lantai Baja


JAKARTA-Kementerian Pekerjaan Umum (PU) mengembangkan sistem lantai baja untuk jembatan rangka guna meminimalkan potensi kerusakan pada jembatan tersebut. Saat ini, jembatan yang telah dan tengah menggunakan sistem tersebut adalah Jembatan Rangka Baja Cipait di Jawa Tengah.

Direktur Bina Teknik Ditjen Bina Marga Kementerian PU Purnomo mengatakan, sistem lantai jembatan yang selama ini digunakan pada jembatan rangka adalah lantai beton. Dengan lantai beton, jembatan sering mengalami kerusakan berupa retak-retak.

“Itu disebabkan perbedaan kekakuan sistem struktur rangka dan pelat beton. Perbaikan pada lantai beton memerlukan setting time yang cukup untuk mendapatkan kekuatan tertentu, untuk itu sering dilakukan penutupan lalu lintas,” kata dia, di Jakarta, Rabu (5/1).

Purnomo menjelaskan, di Jembatan Cipait digunakan panel baja orthotropic. Saat ini, proses pemasangannya telah tuntas, demikian juga pekerjaan penghamparan lapis tipis membran antar permukaan dan lapis perkerasan di atas jembatan.

Uji beban jembatan segera dilakukan, meliputi, pengujian beban statik dan beban dinamik termasuk pengujian beban berjalan untuk mengamati perilaku sambungan antar pelat orthotrotopik dan sambungan baut. Kemudian dilakukan pembukaan jembatan untuk lalu lintas umum,” ungkap dia.

Kasubdit Teknik Jembatan Ditjen Bina Program Ditjen Bina Marga Kementerian PU Herry Vaza mengatakan, dengan sistem itu memang biaya konstruksi menjadi mahal. Namun demikian, struktur lantai jembatan menjadi lebih ringan, instalasi di lapangan cukup cepat dan mudah, kontrol mutu pelaksanaan lebih terjamin. Perakitan dilakukan di pabrik, sehingga dapat diterapkan pada jembatan dengan volume lalu lintas yang cukup tinggi.

“Khusus dengan sistem lantai baja orthotropic dapat terpasang dengan cepat, kemudahan instalasi dilapangan, dan memenuhi kriteria desain jembatan. Dengan sistem baru ini dapat mengurangi beban mati beton konvensional sampai 45% dari total beban jembatan sebagai kompensasi terhadap beban muatan lalu lintas,” kata dia.(ari)

Industri MRO RI Tertinggi di Asia

Oleh Tri Listiyarini


JAKARTA - Industri perawatan pesawat (maintenance, repair, and overhaul/MRO) di Indonesia diperkirakan tumbuh paling tinggi dibandingkan negara lain di kawasan Asia dalam empat atau lima tahun ke depan. Indonesia dapat menikmati pertumbuhan 15%, jauh diatas India yang hanya akan tumbuh 8% per tahun.

Ketua Umum Asosiasi Bengkel Perawatan Pesawat Indonesia (Indonesian Aircraft Maintenance Shop Association/IAMSA) Richard Budihadianto mengungkapkan, secara global, bisnis MRO mulai bergairah pada tahun ini. Itu terjadi menyusul pulihnya bisnis penerbangan pasca krisis finansial yang sempat mendera di berbagai belahan dunia.

"Krisis finansial berlalu, industri penerbangan pulih, dampaknya belanja pesawat meningkat yang secara otomatis mendongkrak bisnis MRO," kata Richard kepada Investor Daily, di Jakarta, Rabu (5/1).

Richard menuturkan, untuk saat ini, bisnis MRO masih dikuasai Amerika, terutama Amerika Utara, Eropa, dan Asia, terutama Asia Pasifik. Untuk Asia, negara-negara seperti India, Tiongkok, dan Timur Tengah, masih bercokol sebagai pemain besar. Kendati dari sisi pangsa pasar mereka menguasai, namun pertumbuhan di Indonesia jauh lebih tinggi.

"Pertumbuhan bisnis MRO di Indonesia paling tinggi ke depan, bisa 15% per tahun. Pasalnyaa, industri penerbangan di Tanah Air sedang tumbuh-tumbuhnya, penambahan armada begitu banyak dan semuanya butuh perawatan," ungkap dia.

Richard mencatat, nilai kapitalisasi bisnis MRO di kawasan Asia Pasifik pada 2009 mencapai US$ 6,8 miliar. Dari angka itu, Indonesia baru bisa menguasai US$ 750 juta. Jika ada pertumbuhan 15% per tahun, bisa jadi pada empat atau lima tahun ke depan penguasaan Indonesia bisa US$ 2 miliar.

"Tapi untuk mencapai target itu butuh tambahan kapasitas perawatan. Kalau bisa peran swasta dalam bisnis ini ditingkatkan. Sehingga pesawat-pesawat milik maskapai nasional bisa sepenuhnya di rawat di dalam negeri, dan maskapai asing juga bisa merawat pesawatnya di sini," kata dia.

Menurut Richard, saat ini, kapitalisasi bisnis perawatan pesawat di Tanah Air sekitar 70% masih dikuasai perusahaan perawatan pesawat BUMN, yakni PT GMF AeroAsia, Merpati Maintenance Facility milik Merpati Nusantara Airlines, Nusantara Turbine, Aircraft Services milik PT Dirgantara Indonesia, dan Indo Pelita milik maskapai Pelita Air Services.

"Swasta harus bisa membidik potensi bisnis yang demikian besar. Terakhir Lion Air juga masuk bisnis ini, akan lebih baik kalau Lion mengembangkannya jadi unit bisnis sendiri dan bisa merawat pesawat maskapai lain dalam jumlah banyak," kata dia.

Richard menjelaskan, untuk masuk ke bisnis MRO memang tidak mudah karena butuh dana besar. Untuk bisa membuat bengkel perawatan pesawat sekaliber PT GMF AeroAsia misalnya sedikitnya butuh US$ 200 juta. Dana yang diperlukan besar karena bisnis ini cenderung spesifik, misalnya butuh sumber daya manusia (SDM) berkeahlian khusus.

Ekspansi Bisnis
Dihubungi terpisah, Direktur Umum Lion Air Edward Sirait mengungkapkan, pihaknya memang telah memulai bisnis MRO pada 2010 dengan membuka bengkel perawatan pesawat di Bandara Sam Ratulangi, Manado, Sulawesi Utara. Investasi yang dikeluarkan mencapai US$ 40 juta.

"Tapi kapasitas tampungnya terbatas, baru dua pesawat saja. Investasinya memang besar, jadi kami belum mampu untuk ikut memanfaatkan potensi bisnis itu, setidaknya untuk beberapa tahun ke depan. Saat ini saja, kami masih melakukan MRO di PT GMF AeroAsia, karena bengkel kami terbatas," ungkap dia.

Edward menjelaskan, pihaknya untuk jangka panjang memang ingin menjadikan unit bisnis tersendiri dari bisnis perawatan pesawat tersebut. Selain merawat semua pesawat yang dioperasikan Lion Air dan anak usahanya, unit bisnis itu ke depan juga diharapkan bisa merawat pesawat milik maskapai lain.



GMF Patok Pendapatan US$ 180 Juta

PT Garuda Maintenance Facility (GMF) AeroAsia, anak usaha Garuda Indonesia yang bergerak di bidang perawatan pesawat (maintenance, repair, and overhaul/MRO), menargetkan pendapatan US$ 180 juta tahun 2011, meningkat dibandingkan tahun 2010 sebesar US$ 160 juta.

Direktur Utama GMF AeroAsia Richard Budihadianto mengungkapkan, pendapatan 2010 itu meleset 20% dari target US$ 180 juta karena belum pulihnya bisnis penerbangan yang berdampak pada kurang kondusifnya bisnis MRO. Dalam kondisi itu, banyak maskapai yang menunda perawatan pesawatnya.

"Mulai tahun ini kami yakin bisnis MRO pulih, sehingga kami pasang target US$ 180 juta dengan laba bersih Rp 70 miliar. Tahun 2010 (anaudited) pendapatan hanya Rp 160 juta dengan laba bersih Rp 20 miliar," kata dia, di Jakarta, Rabu (5/1).

Richard menjelaskan, untuk mencapai target itu, perseroan tengah melakukan negosiasi dengan maskapai asal Eropa, Timur Tengah, Asia, dan Afrika Selatan, guna menjajaki kerjasama perawatan pesawat. Perseroan melanjutkan kerjasama kontrak jangka panjang dengan maskapai asing lainnya dan maskapai nasional, seperti Sriwijaya Air, Lion Air, Indonesia AirAsia, dan Travira Air.

"Kami membidik kontrak jangka panjang dengan masa kontrak di atas tiga tahun. Kini, 70% pendapatan kami masih dari pesawat-pesawat Garuda Indonesia dan anak usaha," kata dia.

GMF AeroAsia menguasai 70% nilai kapitalisasi pasar bisnis MRO di Tanah Air. Dari angka itu, 70% di antaranya berasal dari pesawat-pesawat maskapai nasional.
(ari)