Selasa, 31 Mei 2011

Merpati Nunggak Premi Asuransi Rp 49 Miliar

JAKARTA-PT Merpati Nusantara Airlines (MNA) diketahui menunggak pembayaran premi
asuransi penumpang kepada PT Jasa Raharja total senilai Rp 49 miliar untuk kurun waktu lima tahun terakhir. Terkait itu, regulator penerbangan telah mengirimkan surat peringatan kepada BUMN penerbangan tersebut pada akhir April 2011 untuk segera menyelesaikannya.


Direktur Angkutan Udara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Edward Alexander
Silooy mengatakan, pihaknya telah melayangkan surat peringatan kepada MNA dengan No.AU/4417/DAU.0827/IV/2011 yang berisi peringatan kepada MNA agar segera
membayarkan iuran wajib penumpang umum (IWPU) yang dipungut saat pembelian tiket
sebesar Rp 5.000 per orang pada PT Jasa Raharja pada akhir April 2011. Surat itu dilayangkan karena Ditjen Perhubungan Udara Kemenhub mendapatkan surat tentang hal sama dari PT Jasa Raharja.

“Kami mendapatkan surat dari PT Jasa Raharja yang bilang bahwa MNA menunggak premi asuransi Rp 49 miilar. Atas surat itu, kami pun kirim surat peringatan kepada MNA agar tunggakan itu segera dibayarkan karena ini hak konsumen,” kata dia, di Jakarta, Selasa (31/5).

Silooy menjelaskan, IWPU telah dibayarkan oleh konsumen ketika membeli tiket pesawat. Artinya, uang tersebut sebenarnya hanya dikumpulkan saja oleh MNA, sehingga MNA tidak berhak untuk menyimpannya. Hingga kini, MNA belum merespon surat tersebut, jika nantinya MNA tak juga meresponnya bisa jadi Kemenhub akan
mengirim surat teguran dan bila tak diindahkan Kemenhub bisa melakukan proses hukum di pengadilan.


Lebih jauh Silooy mengatakan, pihaknya meminta maskapai penerbangan untuk tidak mengabaikan atau sampai menunggak pembayaran premi asuransi kepada perusahaan asuransi. Dalam industri penerbangan, asuransi hukumnya wajib baik atas penumpang maupun kargo. Regulator tidak memberikan toleransi bagi maskapai yang
mengemplang premi asuransi kepada perusahaan asuransi. Sesuai ketentuan pasal 179 dari UU No 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, maskapai selaku pengangkut wajib mengasuransikan tanggung jawabnya terhadap penumpang dan kargo yang diangkutnya.


Dihubungi secara terpisah, Direktur Niaga MNA Tonny Aulia Achmad mengatakan, persoalan tersebut lebih baik ditanyakan ke Direktur Keuangan MNA Farid Lutfi.(ari)

Pacific Royale Airways Beroperasi Akhir Juli

JAKARTA-Maskapai penerbangan Pacific Royale Airways akan beroperasi paling cepat akhir Juli 2011 dan paling lambat akhir tahun ini. Maskapai itu sedianya akan terbang dengan kelas layanan penerbangan maksimum (full services) dengan basis penerbangan di Bandara Soekarno Hatta, Cengkareng, Banten.

Samudra Sukardi, project director Pacific Royale Airways, mengatakan, pihaknya kini tengah memproses Surat Izin Usaha Penerbangan (SIUP) dan lisensi terbang untuk maskapai yang mengoperasikan pesawat di atas 30 kursi (air operator certificate/AOC-121) kepada Kementerian Perhubungan (Kemenhub).

“Kami belum bisa pastikan kapan terbangnya, karena ini tergantung seberapa cepat SIUP dan AOC-121 itu dikeluarkan oleh Kemenhub selaku regulator penerbangan. Kalau bisa akhir Juli bagus, tapi kami target paling lambat akhir tahun sudah operasi,” kata dia, ketika dihubungi, Senin (30/5).

Menurut Samudra Sukardi, pihaknya akan fokus di rute domestik terlebih dahulu dengan hub di Bandara Soekarno Hatta. Sedangkan layanan full services dijadikan pilihan karena saat ini pelakunya masih sangat minim, baru maskapai Garuda Indonesia. Dengan begitu, pasarnya masih menjanjikan.

“Kami fokus di domestik dulu-lah. Kami belum bisa bilang banyak, nanti kalau sudah dapat SIUP dan AOC-121 kami akan umumkan kepada publik. Tapi komitmen kami, kami memang akan layani full services karena pasarnya masih besar,” kata dia.
Dia mengatakan, pihaknya memang sudah memiliki situs resmi, kantor resmi, dan juga telah membuka lowongan untuk pilot dan kru pesawat. Itu dilakukan karena untuk memperoleh SIUP dan AOC-121 pihaknya memang harus melengkapi hal-hal tersebut sebagai persyaratan, selain persyaratan lain seperti permodalan.

Sementara itu, di situs PT Gapura Angkasa disebutkan, Pacific Royale Airways telah menandatangani kesepakatan kontrak groundhandling dengan PT Gapura Angkasa. Penandatangan dilakukan Presiden Direktur PT Gapura Angkasa Soebagyo dan Samudra Sukardi sebagai Presiden Direktur Pacific Royale Airways pada 20 Mei 2011.

“Pacific Royale Airways akan mengoperasikan 10 pesawat, yakni empat Fokker F-50, empat Airbus A320, dan dua Airbus A330 untuk dioperasikan pada akhir Juli 2011,” tulis pernyataan dalam situs PT Gapura Angkasa.

Menanggapi hal itu, Samudra Sukardi tidak membenarkan namun juga tidak menyalahkan. Pacific Royale Airways memang berkomitmen untuk memenuhi 10 pesawat secara sekaligus begitu beroperasi seperti yang diamanatkan UU No 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Namun Samudra enggan menyebutkan sumber pendanan untuk pengadaan 10 pesawat tersebut.

Masih Diproses
Dihubungi secara terpisah, Direktur Angkutan Udara Kemenhub Edward Alexander Silooy membenarkan, maskapai Pacific Royale Airways sedang memproses SIUP sebagai maskapai penumpang berjadwal. Permohonan SIUP telah diajukan calon maskapai itu sejak akhir April 2011. Kini, permohonan SIUP itu masih di tangan staf Direktorat Angkutan Udara Kemenhub.

Kami belum bisa bilang kapan bisa terbit, karena sekarang aja belum di saya. Kalau semuanya lengkap pasti bisa cepat-lah, penerbitan SIUP itu kan tergantung kesiapan dari maskapai itu sendiri,” kata dia, tadi malam.

Silooy menjelaskan, penerbitan SIUP tidak bisa dibatasi dengan waktu, meski jika maskapai Pacific Royale menargetkan akhir Juli bisa terbang itu tenggat waktu yang wajar. Untuk menerbitkan SIUP, Ditjen Perhubungan Udara Kemenhub akan
melakukan pengecekan atas sejumlah persoalan yang juga harus dicek terlebih dahulu ke Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dan Kementerian Hukum dan HAM.

“Soal permodalan, kan dia katanya ada asingnya, harus dicek dulu ke BKPM. Terus soal modalnya darimana kami minta PPATK cek dulu, karena kami tak ingin beli kucing dalam karung, kami tak mau modal dari hasil money laundry, kami juga tak
ingin setelah diberi SIUP, haknya langsung dijual, jadi harus hati-hati,” kata dia. (ari)