Kamis, 20 Januari 2011

Outlook Penerbangan 2011, Maskapai Jangan Sampai Turun Status

OUTLOOK PENERBANGAN 2011

Maskapai Jangan Sampai Turun Status

Industri penerbangan nasional diyakini tetap tumbuh positif pada 2011. Kendati belum lama ini Asosiasi Transportasi Udara International (International Air Transport Association/IATA) memprediksi penerbangan global masih akan suram yang ditandai dengan penurunan laba bersih menjadi US$9,1 miliar dari 2010 yang mencapai US$ 15,1 miliar.

Pertumbuhan penumpang penerbangan nasional pada 2011 akan mencapai 10-15%, baik rute dometik maupun internasional. Artinya, jika pada 2010 penumpang (berangkat) mencapai 47.252.237 orang (data sementara dari Kementerian Perhubungan/Kemenhub), maka pada 2011 jumlah penumpang bisa menjadi 51.977.461 hingga 54.339.073 orang.

Menurut Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub Herry Bhakti Singayudha Gumay, prediksi itu muncul karena dua hal. Pertama, di Indonesia moda udara masih dianggap paling cepat, aman, dan nyaman. Kedua, tarif penerbangan kini cenderung lebih terjangkau dan dianggap sepadan dengan apa yang diperoleh penumpang.

"Lebih dari itu, kini dengan makin banyaknya maskapai penerbangan, dengan sendirinya tarif menjadi lebih murah," kata dia.

Dengan prospek yang begitu menjanjikan, maka wajar jika banyak individu, kelompok usaha, pengusaha, atau orang berduit yang ingin mendirikan maskapai penerbangan.

Sebut saja keluarga Ciliandra Fangiono, orang terkaya versi Majalah Forbes, yang mendirikan maskapai Matthew Air Nusantara. Atau kelompok usaha Gudang Garam yang membuat maskapai Surya Air. Kendati hingga kini kedua maskapai itu masih sebatas wacana karena belum disampaikan ke Kemenhub selaku regulator.

Kemenhub mengakui, jumlah pemohon Surat Izin Usaha Penerbangan (SIUP) sebagai tahap awal untuk masuk ke industri atau bisnis penerbangan cukup banyak. Khusus untuk maskapai penumpang berjadwal, SIUP Asi Pudjiastuti dan Jatayu Airlines kini masih diproses Kemenhub, sebelumnya malah sudah diterbitkan SIUP sejenis bagi maskapai Aviastar.

Di sisi lain, lima maskapai penumpang berjadwal juga mengajukan SIUP tidak berjadwal karena akan berekspansi ke bisnis penerbangan carter, yakni Sriwijaya Air, Kal Star Aviation, Mandala Airlines, Indonesia AirAsia, dan Merpati Nusantara Airlines. Bahkan Wings Abadi Airlines malah sudah mengantungi SIUP jenis itu.

Sementara itu, jumlah maskapai penumpang berjadwal eksisting dan terdaftar di Kemenhub sebanyak 15 maskapai dan tidak berjadwal eksisting sebanyak 30 maskapai penerbangan.

Dengan melihat kondisi itu, jika yang belum resmi masuk industri penerbangan saja ingin mengambil untung dari potensi yang ada, tentu maskapai penumpang yang sudah eksisting pun keinginannya lebih besar dari itu.

Tegakkan Regulasi

Peluang maskapai penumpang yang sudah eksisting untuk meraup peluang yang ada tentu lebih besar. Namun demikian, dengan akan habisnya masa transisi UU No 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan pada 12 Januari 2012, maskapai penerbangan tentu harap-harap cemas.

Maklum, dengan tenggat waktu 12 Januari 2012, berarti tinggal setahun lagi bagi maskapai untuk memenuhi kewajibannya. Artinya, 2011 menjadi tahun terakhir bagi maskapai untuk mengerahkan segala upaya guna memenuhi kewajiban yang termuat dalam UU Penerbangan.

Satu poin krusial yang harus dipenuhi maskapai adalah pemenuhan kepemilikan pesawat yang termuat dalam pasal 118 ayat 2 dari UU Penerbangan. Dalam ketentuan itu, maskapai penumpang berjadwal misalnya, wajib mengoperasikan 10 pesawat dengan lima berstatus milik।


Jika melihat data yang diperoleh Investor Daily dari Kemenhub, pemenuhan kewajiban itu oleh maskapai penumpang berjadwal tidaklah mudah. Terbukti, sejak UU Penerbangan disahkan hingga dua tahun masa transisi terlampui, baru enam maskapai penumpang berjadwal yang terdaftar di Kemenhub bisa memenuhi kewajiban tersebut. Yakni, Garuda Indonesia, Indonesia Air Transport, Merpati Nusantara Airlines, Batavia Air, Pelita Air Service, dan Trigana Air Service. Lihat Tabel.

Artinya, masih banyak maskapai penumpang berjadwal yang sepanjang 2011 masih harus berjibaku untuk bisa mengoperasikan 10 pesawat dengan lima di antaranya berstatus milik. Jika pada 12 Januari 2012, kewajiban tersebut terpenuhi, bisa jadi status sembilan maskapai itu akan turun menjadi maskapai penumpang carter. Pasalnya, regulator berkomitmen menegakkan regulasi dengan tidak akan memberikan perpanjangan masa transisi.

"Kami hanya bisa menghimbau agar kewajiban itu terpenuhi, kami tak bisa beri perpanjangan masa transisi. Makanya pada 2011 sepertinya akan banyak yang beli pesawat, karena kalau tak dipenuhi ya otomatis maskapai turun status," kata Herry.

Sekjen Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional Indonesia (Indonesian National Air Carrier Association/INACA) Tengku Burhanuddin menuturkan, agar bisa memanfaatkan peluang bisnis penerbangan yang menjanjikan, maskapai mau tak mau harus menambah armada. Artinya, tanpa adanya UU Penerbangan, pengadaan armada menjadi sesuatu yang wajib bagi maskapai.

"Maskapai memang harus tambah armada, itu pasti. Tapi kalau apakah nantinya maskapai harus turun status karena tak memenuhi ketentuan perundangan, itu sepenuhnya urusan bisnis maskapai bersangkutan," kata dia.

Momentum Pas

Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono berpendapat, pertumbuhan ekonomi makro 2011 akan jauh lebih baik dibanding 2011. Belum lagi suku bunga bank cenderung turun dan pasar tengah kelebihan likuiditas. Dengan kondisi itu, tentu akan lebih mudah bagi maskapai untuk mendapatkan dana murah guna pengadaan pesawat.

"Dengan kondisi yang demikian, bisa dibilang saat ini adalah momentum yang pas bagi perusahaan transportasi, termasuk maskapai penerbangan, untuk berekspansi, terutama pengadaan dan peremajaan armada transportasi," kata dia.

Sriwijaya Air mungkin salah satu maskapai yang memanfaatkan momentum tersebut untuk menambah sejumlah armada. Maskapai itu belum lama ini telah menandatangani pembelian 20 unit pesawat Boeing 737-800 NG yang diharapkan bisa tiba di Indonesia pada 2014. Maskapai itu juga telah menandatangani pembelian 20 unit pesawat Embraer yang diharapkan tiba pada 2012.

“Kami lakukan itu bukan karena untuk memenuhi ketentuan perundangan, tapi murni untuk ekspansi. Pasalnya, ketentuan perundangan sudah kami penuhi, kami sudah mengoperasikan tujuh pesawat berstatus milik. Kalau data Kemenhub bilang belum milik, mungkin belum didata saja,” kata Direktur Niaga Sriwijaya Air Toto Nursatyo.

Saat ini, Sriwijaya Air mengoperasikan 27 unit pesawat, yani 13 unit Boeing B 737-200, delapan unit B 737-300, dan enam unit B 737-400. Maskapai itupada pertengahan Januari dan pertengahan Februari 2011 akan mendatangkan dua pesawat B 737-300 yang keduanya berstatus sewa.

Juru bicara Indonesia AirAsia Audrey Progastama Petriny mengatakan, maskapainya berkomitmen untuk memenuhi ketentuan perundangan. Saat ini, seluruh pesawat yang dioperasikannya dari jenis Airbus A320 dan Boeing B 737 memang berstatus sewa, namun pada saatnya nanti akan berstatus milik karena pembeliannya melalui sistem sewa beli.

“Kami tentu memiliki komitmen untuk memenuhi kewajiban tersebut sebelum tenggat masa transisi itu habis. Apalagi, pesawat-pesawat yang kami operasikan juga didatangkan dengan sistem sewa beli,” kata dia.

Langkah Sriwijaya Air dan komitmen Indonesia AirAsia hendaknya memang dilaksanakan oleh semua maskapai yang belum memenuhi kewajiban penguasaan pesawat seperti termuat dalam UU Penerbangan. Kecuali, maskapai siap turun status dan mau kehilangan peluang menjanjikan dari industri penerbangan. (Tri Listiyarini)

Status Kepemilikan Pesawat Maskapai Nasional

No

Maskapai Penumpang Berjadwal

No

Maskapai Penumpang Tidak Berjadwal

1.

Garuda Indonesia mengoperasikan 88 pesawat, sewa 67 dan milik 21 unit

1.

Air Maleo mengoperasikan 2 pesawat semuanya sewa

2.

Merpati Nusantara Airlines mengoperasikan 45 pesawat, sewa 12 dan milik 33 unit

2.

Kartika Airlines mengoperasikan 3 pesawat semuanya sewa

3.

Mandala Airlines mengoperasikan 5 pesawat semuanya sewa

3.

Manunggal Air Services mengoperasikan 3 pesawat, sewa 1 dan milik 2 unit

4.

Lion Mentari Airlines mengoperasikan 60 pesawat semuanya sewa

4.

Nusantara Air Charter mengoperasikan 3 pesawat semuanya milik

5.

Indonesia AirAsia mengoperasikan 19 pesawat semuanya sewa

5.

Riau Airlines mengoperasikan 6 pesawat, sewa 3 dan milik 3 unit

6.

Metro Batavia (Batavia Air), mengoperasikan 50 pesawat, sewa 38 dan milik 12 unit

No

Maskapai Kargo

7.

Wing Abadi Airlines mengoperasikan 18 pesawat, sewa 15 dan milik 3 unit

1.

Asialink Cargo Express mengoperasikan 2 pesawat semuanya milik

8.

Trigana Air Service mengoperasikan 20 pesawat, sewa 12 dan milik 8 unit

2.

Cardig Air mengoperasikan 2 pesawat semuanya sewa

9.

Travel Express Aviation Services mengoperasikan 10 pesawat semuanya sewa

3.

Republic Express Airlines mengoperasikan 6 pesawat, sewa 3 dan milik 5 unit

10.

Sriwijaya Air mengoperasikan 27 pesawat semuanya sewa

4.

Tri MG Intra Asia Airlines mengoperasikan 6 pesawat semuanya sewa

11.

Indonesia Air Transport mengoperasikan 15 pesawat semuanya milik



12.

Kal Star Aviation mengoperasikan 3 pesawat semuanya sewa



13.

Pelita Air Services mengoperasikan 43 pesawat, sewa 2 dan milik 41 unit



Sumber : Kemenhub

Tidak ada komentar:

Posting Komentar