Kamis, 02 Juni 2011

Sampai 2015, RI Defisit 2.400 Pilot

JAKARTA -- Kebutuhan penerbang (pilot) periode 2011-2015 diperkirakan mencapai 4.000 orang, sementara kemampuan suplai pilot di Indonesia baru mencapai 320 orang per tahun atau 1.600 orang sampai 2015. Dengan begitu, terjadi defisit pilot sebanyak 2.400 orang hingga 2015.

Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BP SDM) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Bobby R Mamahit mengatakan, kewajiban pengoperasian pesawat minimal 10 unit bagi maskapai berjadwal dalam UU No 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan per 12 Januari 2012 akan mendongkrak kebutuhan pilot. Atas dasar itu, hingga 2015 diprediksikan kebutuhan pilot secara nasional mencapai 4.000 orang.

“Kemampuan suplai pilot baru 120 orang per tahun, itu hanya dari STPI Curug. Kalau ditambah swasta mungkin jadi 320 pilot per tahun. Kami akan koordinasi dengan maskapai yang punya sekolah pilot agar produksi itu menjadi double (naik dua kali lipat)," kata dia, di Jakarta, Rabu (25/5).

Menurut Bobby, untuk menggenjot produksi pilot hingga dua kali lipat, pemerintah akan mendirikan sekolah penerbang baru di Papua dan Papua Barat. Kini, pendirian sekolah itu baru tahap studi. Juga tengah dijajaki di Palembang dan Surabaya. Di sisi lain, juga dengan meningkatkan kapasitas sarana dan prasarana di STPI Curug.

Kepala Puslitbang BP SDM Kemenhub Yudhi Sari Sitompul mengatakan, BP SDM telah menender pengadaan pesawat latih untuk kontrak multiyears sebanyak 18 unit hingga 2013. Pada September 2011 datang enam unit dengan harga Rp 2-3 miliar per unit. Saat ini, STPI Curug Tangerang sudah mengoperasikan 36 unit pesawat latih sayap tetap, tiga unit pesawat latih sayap putar, dan tiga unit pesawat simulator (termasuk helikopter).

Menurut Yudhi, saat ini terdapat tujuh sekolah swasta yang ikut berkontribusi dalam produksi pilot di Tanah Air dengan kemampuan 200 pilot per tahun. Sekolah itu berada di Yogyakarta, Bali, dan Jakarta, yang umumnya milik maskapai penerbangan.

Bobby mengatakan, selain butuh 4.000 penerbangan sepanjang 2011-2015, RI juga butuh 7.500 teknisi pesawat dan 1.000 petugas lalu lintas penerbangan (air traffic controller/ATC). Kondisi yang sama juga terjadi di dunia. Pada 2020 diperkirakan kebutuhan penerbangan mencapai 42 ribu orang dan teknisi pesawat udara sebanyak 40 ribu orang, itu sejalan dengan pertumbuhan industri penerbangan global.

“BP SDM Kemenhub selain berupaya memenuhi kapasitas, juga kualitas. Kami juga ingin agar pilot-pilot di Indonesia itu handal dan memiliki kompetensi tinggi, sehingga kejadian human error dalam kecelakaan pesawat terbang bisa diminimalisasi,” ungkap Bobby.

SDM Pelaut
Bobby juga mengungkapkan, sepanjang 2011-2015 kebutuhan pelaut secara nasional mencapai 43.806 orang, terdiri dari 18.774 perwira pelaut dan 25.032 pelaut dasar (rating). Sementara itu, suplai pelaut dari sekolah pelaut pemerintah hanya 1.500 orang per tahun. Jika ditambah dengan sekolah pelaut swasta menjadi 2.000 orang per tahun.

Diharapkan pada 2015, suplai itu bisa menjadi 3.000-4000 orang per tahun dengan program percepatan belajar menjadi hanya sekitar setahun. Khusus kebuthan perwira pelaut dunia hingga 2012 saja mencapai 83.900 orang.

Bobby mengakui, minat untuk menjadi pelaut sebenarnya tinggi. Saat ini rasio penerimaan sekolah pelaut negeri 1:5, namun adanya kebutuhan menampung lebih banyak pelaut di sekolah swasta sehingga rasio akan ditingkatkan menjadi 1:3. “Kalau pun pelaut produksi dalam negeri ingin ke luar negeri juga tak maslaah, karena itu nanti menyumbang devisa yang setahun bisa mencapai Rp 16 triliun,” kata dia.

Dalam kesempatan itu, Bobby menyatakan tidak sependapat dengan wacana kapal niaga yang akan dipersenjatai ketika tengah berlayar. Dalam sejumlah ketentuan kemaritimian, baik SOLAS maupun IMO, memang tak hanya keselamatan (safety) yang ditetapkan untuk ditekankan, namun juga keamanan (security), namun di dalamnya tidak menyebutkan bahwa kapal niaga harus dipersenjatai.

“Dalam ketentuan SOLAS, awak kapal boleh dilengkapi kemampuan untuk menghadapi terorisme tapi bukan dipersenjatai. Dulu di IMO juga pernah diusulkan agar kapal niaga bisa dipersenjatai untuk menghadapi perompak, namun semuanya tak setuju karena dikhawatirkan menimbulkan masalah di lapangan,” kata dia.

Di sisi lain, kata Bobby, jumlah kapal berbendera Indonesia yang melewati Teluk Aden sangat minim, sehingga wacana untuk mengawal kapal tidak masuk akal. Pada 2010, kapal niaga nasional yang melalui Teluk Aden menuju Eropa hanya satu unit, tahun ini juga hanya satu unit. (ari)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar