Rabu, 01 Juni 2011

Merpati Minta Rute Penerbangan Perintis Tak Ditender

JAKARTA-PT Merpati Nusantara Airlines (MNA) meminta pengoperasian layanan penerbangan di rute perintis tak perlu ditender. Pemerintah harus menyerahkan seluruh layanan penerbangan perintis kepada PT MNA dengan cukup memberikan dana pelayanan publik (public service obligation/PSO) kepada BUMN itu.

Direktur Niaga PT MNA Tonny Aulia Achmad mengungkapkan, dengan dibukanya layanan penerbangan perintis bagi operator swasta melalui mekanisme tender telah berkontribusi menggerus kinerja PT MNA. Seharusnya, pemerintah memberi keberpihakan kepada PT MNA sebagai operator BUMN untuk tidak melakukan tender rute perintis.

"BUMN kan punya misi sosial, jadi harusnya seluruh penerbangan perintis kami yang layani, jangan ditender. Cukup kucurkan PSO, ini terjadi juga pada PT Pelni, PT ASDP, dan Perum Damri. Kami ingin dikembalikan seperti dulu, tapi ini bukan monopoli ya," kata dia, di Jakarta, Selasa (24/5).

Menurut Tonny, dengan proses tender, PT MNA kerap kalah karena tidak adanya perlakuan sama (equal treatment) dengan operator swasta. PT MNA mengoperasikan pesawat yang dibiayai utang, sementara itu besaran subsidi tarif yang diberikan pemerintah kerapkali tak menutup biaya operasi karena sepinya penumpang di rute itu.

"Kalau kalah akhirnya kami terpaksa harus bekerjasama dengan pemerintah daerah agar pesawat beroperasi dan kami bisa bayar utang. Ini yang beda, PT Pelni, PT ASDP, dan Perum Damri dapat bantuan armada dan dapat PSO," ungkap dia.

Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub Herry Bakti Singayuda Gumay mengatakann PT MNA boleh-boleh saja minta agar tidak ada tender. Namun Kemenhub harus melakukan tender, karena untuk rute perintis anggaran subsidinya berasal dari Dana Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA), jadi harus tender.

"Dana subsidi untuk perintis itu kan dari DIPA, jadi harus tender. Kalau PT MNA minta begitu ya boleh-boleh saja. Dulu, kami tawari untuk menggarap semua, PT MNA bilang tak sanggup," ungkap dia.

Menurut Herry, yang disebut penerbangan perintis adalah ketika maskapai menjadi pionir dengan membuka rute penerbangan baru yang belum diterbangi maskapai lain dan biasanya berada di wilayah terpencil (remote). Subsidi untuk penerbangan perintis diberikan pemerintah dalam bentuk subsidi avtur secara fisik dengan tarif ditentukan pemerintah.

"Jadi banyak daerah yang ingin ada rute perintis, itu tak bisa semua kami penuhi karena anggaran terbatas. Di sisi lain, maskapai yang ingin melayani perintis juga banyak, selain PT MNA itu ada Susi Air, SMAC, Trigana Air Services, juga Nusantara Buana Abadi," kata dia.

Pada 2011, dana untuk subsidi poenerbangan perintis mencapai Rp 300 miliar dengan 132 rute. Sedangkan pada 2010 mencapai Rp 200 miliar dengan 112 rute perintis. Mayoritas rute perintis itu dilayani oleh PT MNA dan sisanya oleh maskapai swasta nasional.

Ganti Pesawat Layani Tiga Bandara
Tonny juga mengatakan, pihaknya dengan legowo menerima keputusan pemerintah untuk tidak menerbangkan pesawat MA-60 di tiga bandara, yakni Ruteng (NTB), Ende (NTT), dan Waingapu (NTT). Ketiga bandara itu dinilai memiliki risiko (obstacle) tinggi dan butuh high manuver bagi pesawat MA-60.

"Kami terima keputusan itu. Kami akan tetap layani rute tersebut dengan mengganti jenis pesawat. Untuk ke Ruteng dan Ende, kami akan ganti dengan pesawat Cassa C-212, sedangkan untuk di Waingapu dengan pesawat Fokker F-100," kata dia, di Jakarta, Selasa (24/5).

Tonny menjelaskan, rute penerbangan ke ketiga bandara itu akan tetap dilayani MNA karena memang permintaannya cukup tinggi. Sementara itu, pesawat MA-60 yang selama ini melayani penerbangan ke bandara itu dialihkan ke rute lain. Kebetulan, dua pesawat MA-60 milik MNA sedang dalam peratawan (aircraft operated grounded/AOG). (ari)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar